2010/05/20

Ketidaksadaran Sebagai Jalan Menuju Keutuhan

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Sejauh manakah psikologi mempelajari tingkah laku manusia? Sejauh-jauhnya selama topik yang dibicarakan berhubungan dengan manusia! Bukan saja yang kelihatan, melainkan juga yang tidak kelihatan, yang sering dikenal dengan ’ketidaksadaran’. Ketidaksadaran lebih banyak dibicarakan dalam aliran psikoanalisis.

Freud menganalogikan ketidaksadaran sebagai sebuah gunung es. Puncak gunung es yang dapat kita lihat (kesadaran manusia) sebenarnya hanyalah bagian kecil dari keseluruhan gunung es yang tidak terlihat dibawah permukaan air (ketidaksadaran manusia). Ingatlah peristiwa Titanic yang menabrak gunung es, sebetulnya kapal tersebut telah berhasil mengelak dari gunung es yang terlihat, namun bagian bawah kapal ternyata menabrak bongkahan es besar yang tidak terlihat dibawah permukaan air. Begitulah alam ketidaksadaran manusia, unseen, unconscious but big yet powerful.

Now the question will be à how powerful is our unconsciousness? Well, at least it is powerful enough to make you do things you actually do not want to do (refer to Insting Kematian Manusia), powerful enough to manipulate our mind of hating self to hating others (refer to The Shadow), powerful enough to hide our True SELF from us.

Ketidaksadaran adalah kekuatan yang besar dalam diri kita. Kebanyakan didalamnya adalah hal-hal yang tidak kita inginkan, hal-hal yang kita benci, hal-hal tidak menyenangkan yang direpresi, dilupakan. Namun dilain pihak ketidaksadaran juga menyimpan suatu harta karun yang jika ditemukan dapat mengantarkan manusia kepada ’pencerahan’ hidup ketika seorang manusia semakin mendekati Self (dengan kapital S) dan dapat menyeimbangkan conscious-unconscious. Untuk itu, seorang manusia harus mengenali dirinya terlebih dahulu.

Menurut Jung, manusia memiliki collective unconsciousness yaitu sebuah ketidaksadaran kolektif, sebuah ingatan masa lalu yang terbawa sejak kita lahir. Ingatan-ingatan itu berisi primordial image (gambaran2 jadul) yang dinamakan archetype. Sebelum melanjutkan tulisan ini, kita harus mengerti konsep archetype terlebih dahulu. Archetype adalah tema-tema yang ada didalam kehidupan manusia. Tema ini mungkin bisa disejajarkan dengan ide Plato mengenai dunia ide. Archetype bisa berupa The Hero, Mother, The Wise Old Man, Anima, ataupun The Shadow.

Jung menyadari ketidaksadarannya berisi archetype ketika pada suatu hari ia sedang mengalami kegundahan didalam hati, ia merenung dan didalam renungannya ada seorang bijak yang memberikan nasihat kepada dirinya, ia menamakan orang tersebut Filemon. Ia merasa Filemon bukanlah dirinya, walaupun jelas sekali bahwa Filemon memberikan nasihat melalui dirinya didalam kesadaran maupun ketidaksadarannya. Kemudian Jung menyadari bahwa orang-tua-yang-bijak ini adalah ingatan kolektif dirinya (ketidaksadaran archetype) mengenai sebuah tema The Wise Old Man. Mungkin kita juga menemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dulu ketika saya mengalami stress yang cukup mendalam, mencoba mencurahkan isi hati pada seorang pecandu berpendidikan rendah, and what a surprise, she could gave me the best answer I could ever thought that time! Dalam peristiwa ini, teman saya itu mengeluarkan tema Wise Old Man dari ketidaksadarannya. Sampai-sampai ia berkata, ’ga nyangka juga bisa keluar dari mulut orang yang suka ineks haha.’

We all have those qualities! Suatu kualitas keseimbangan. Seandainya saja kita mencoba untuk lebih aware akan keberadaannya, kita bisa menemukan harta dalam diri. Persona vs Shadow (’kebaikan’ vs ’keburukan’). Anima vs Animus (feminin vs maskulin).

Ternyata keseimbangan ini juga ditemukan didalam literatur dan cerita-cerita masa lalu. Misalnya saja konsep utama dalam Tao yang menggambarkan keseimbangan, Yin Yang. Atau cerita Mahabarata yang mengisahkan pertempuran kebaikan dan kejahatan yang tak pernah berakhir. Begitu pula lah manusia. Mencoba mengerti ketidaksadarannya sebagai salah satu cara menyeimbangkan hidup. Mengenal dan mengerti adanya ‘the opposite’ dari setiap sisi, menjadikan seseorang lebih menghargai kehidupannya. ^^ Sederhananya, ’kita tidak akan pernah menghargai hadirnya seseorang dalam hidup ini jika kita belum pernah merasakan perpisahan’. Kita tidak akan mengenal diri secara utuh jika kita tidak mengenali ketidaksadaran kita.

“We all have the qualities of balance. Awareness of both sides can deliver us to what is called The True Self. Sharpen your consciousness and travel to the unlimited world of YourSelf, OurSelf – for we share the same heritance!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tanggepin pah bae...